Beranda Hukum Saksi dari JPU Tidak Paham Materi dan Legal Standing Dipertanyakan

Saksi dari JPU Tidak Paham Materi dan Legal Standing Dipertanyakan

123
0
BERBAGI

SORONG, mediabetewnews.com – Sidang lanjutan kasus penambangan illegal di Kabupaten Raja Ampat kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri Sorong dengan agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penutut Umum (JPU) dipimpin Hakim Ketua, Beauty D Simatauw yang dibantu hakim anggota Hatija, SH dan Bernadus Papendang, SH.

Kuasa Hukum terdakwa, Simon Soren, SH dan Nur Tuasikal, SH saat ditemui media ini seusai persidangan mengatakan, saksi yang dihadirkan oleh pihak JPU dalam memberikan kesaksian pada persidangan tidak revan dengan pokok perkara padahal mereka yang menangkap terdakwa.

“Yang menjadi catatan bagi kami sebagai kuasa hukum terkait 2 orang saksi penangkap dari anggota Polairud Polda Papua Barat Daya yang dihadirkan oleh JPU, dalam memberikan kesaksian pada persidangan tidak mengusai materi sehingga keterangan mereka tidak ada relevansinya dengan pokok perkara padahal mereka yang melakukan penangkapan,” ujar Simon saat ditemui media ini di Pengadilan Negeri Sorong, Kamis (10/4/2025).

Lanjut Simon, seorang saksi itu harus paham benar dengan materi karena mereka itu yang melihat, mendengar dan melakukan penangkapan sehingga dalam memberikan keterangan hasus sesuai unsur tersebut.

Dikatakan Simon, selain 2 orang saksi dari pihak Direktorat Polairud Polda Papua Barat Daya dalam persidangan tersebut juga dilakukan pemeriksaan 2 orang saksi ahli yakni dari bidang pertambangan dan bidang kehutanan dibawah sumpah, jadi JPU hanya membacakan kesaksian mereka.

Namun menurut Simon, kesaksian saksi ahli yang dibacakan oleh JPU tidak secara mendetail menjelaskan aturan perundang-undangan terkait Hutan Lindung, Rencana Tata Ruang (RTR), atau wilayah konservasi begitu juga dengan saksi dalam pertambangan tidak menjelaskan secara jelas terkait perijinan.

“Saya menilai keterangan saksi ahli dari pertambangan dan kehutanan dalam keterangan yang dibacakan tidak bersinggungan sama sekali dengan materi perkara sehingga sebagai kuasa hukum saya juga mempertanyakan status saksi ahli yang dipakai oleh JPU,” ungkap Simon.

Lanjut Simon, kalau seorang mengakukan diri sebagai saksi kita harus tahu apakah saksi ahli ini mempunyai legal standing atau sertifikasi dan kepakaran untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan sesuai dengan ilmu yang dia kuasai.

Dikatakan Simon, kalau kita merujuk pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagaimana sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021yang mana dalam pasal 1 ayat (19), (20) sudah sangat jelas dipaparkan terkait hal ulayat, masyarakat hukum adat diakui  oleh negara, sehingga  dalam hal ini kita harus paham benar, jangan aturan yang bersifat umum  menabrak aturan yang khusus kalau  terjadi demikian maka ini sudah melanggar Undang-Undang.

Dicontohkan Simon, seperti penambangan di Nabire, ini pertambangan rakyat tidak  berijin tetapi berdasarkan UU Otsus mereka berani  melakukan pernambangan karena mereka mendapat ijin pemilik hak ulayat dan pemilik hak ulayat memberikan berdasarkan UU Otsus pasal 1 ayat 19 dan 20.

“Kalau kita berbicara kasus ini  jangan membuat masyarakat pusing, kita berpatokan saja pada UU Otsus sebagai dasar pijakan kita dan juga sebagai pembelajaran hukum bagi Masyarakat,” pungkas Simon. (jason)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here