Sorong, mediabetewnews.com – Praktik penarikan kendaraan bermotor secara paksa oleh debt collector di tengah jalan maupun di rumah debitur mendapat sorotan tajam dari kalangan praktisi hukum. Praktisi hukum menegaskan bahwa tindakan sepihak yang disertai intimidasi dan kekerasan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap hukum perdata, pidana, dan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Presidium Kongres Advokat Indonesia DPD Papua Barat Daya, Rifal Kasim Pary, SH menyatakan bahwa hak eksekusi yang dimiliki perusahaan pembiayaan (leasing) tidak dapat dijalankan secara sembarangan, terutama pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019. “Sejak adanya Putusan MK, perusahaan leasing atau debt collector tidak lagi berhak menarik kendaraan secara langsung apabila debitur menolak atau tidak mengakui telah terjadi wanprestasi. Jika ada penolakan dari debitur, langkah selanjutnya yang wajib ditempuh adalah mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan negeri,” tegas Rifal.
Dasar Hukum yang Dilanggar
Menurut Rifal Kasim Pary, SH tindakan penarikan paksa oleh debt collector berpotensi melanggar beberapa ketentuan hukum:
1. Hukum Pidana:
* Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan: Jika pengambilan kendaraan dilakukan dengan ancaman kekerasan atau kekerasan.
* Pasal 365 KUHP tentang Pencurian dengan Kekerasan: Jika memenuhi unsur perampasan.
* Surat Edaran Kapolri No. SE/2/II/2021 yang menginstruksikan kepolisian untuk menindak tegas praktik penagihan yang disertai kekerasan.
2. Hukum Perdata:
* Pasal 1365 KUHPerdata tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH): Penarikan tanpa prosedur yang sah adalah tindakan yang merugikan pihak lain dan berhak dituntut ganti rugi.
Prosedur Sah yang Wajib Dipenuhi
Praktisi hukum mengingatkan bahwa penagihan dan penarikan yang sah harus memenuhi prosedur sesuai POJK No. 35/POJK.05/2018 dan POJK No. 22 Tahun 2023, antara lain:
* Sertifikasi Profesi: Debt collector wajib memiliki sertifikat profesi resmi dari lembaga yang terdaftar di OJK.
* Kelengkapan Dokumen: Saat eksekusi, penagih harus menunjukkan Kartu Identitas, Surat Tugas resmi dari leasing, Salinan Sertifikat Jaminan Fidusia, dan bukti dokumen wanprestasi.
* Larangan Intimidasi: Penagihan harus dilakukan secara humanis, tidak boleh menggunakan kekerasan, ancaman, atau intimidasi.
“Rifal Kasim Pary, SH yang juga advokat dari Kongres Advokat Indonesia (KAI) juga menyoroti bahwa jika perusahaan pembiayaan belum mendaftarkan perjanjian jaminan fidusia dan belum menerbitkan sertifikat, maka mereka sama sekali tidak memiliki hak eksekusi di luar putusan pengadilan,” tambahnya.
Imbauan kepada Konsumen
Rifal mengimbau masyarakat agar tidak panik saat menghadapi debt collector yang bertindak di luar prosedur. “Masyarakat berhak merekam, menolak penyerahan kendaraan, dan segera melaporkan tindakan intimidasi atau kekerasan ke pihak kepolisian dan OJK. Penarikan kendaraan di jalan secara paksa adalah tindakan premanisme yang harus ditindak,” tutupnya.
PENULIS : JASON









