SORONG, mediabetewnews.com – Kasus ilegal logging makin marak saja wilayah Provinsi Papua Barat Daya. Kondisi ini membuat Alfons Kambu sebagai Ketua Majelis Rakyat Papua Barat Daya (MRPBD), mendesak pemerintah daerah agar segera menindak tegas pelaku ilegal logging
Alfons menyatakan, pelaku ilegal logging saat ini cukup berani beroperasi tanpa izin resmi di Papua Barat Daya, gegara diduga dibekingi oleh oknum aparat.
“Saat ini memang sudah banyak pasang mata menatap proses pembalakan hutan secara ilegal di Papua termasuk Papua Barat Daya,” ujar Alfons, Senin (2/6/2025).
Oleh karena itu, persoalan ilegal logging ini tak boleh dibiarkan begitu saja, sehingga tangan dari orang-orang jahat ini leluasa merusak pohon di hutan lalu dibawa ke luar Papua.
Pihaknya telah menyampaikan agar MRPBD segera membentuk tim guna mencari fakta di lapangan soal ilegal logging dimasukkan.
“Isu ilegal logging ini akan kami bawa saat pertemuan dengan Presiden RI Prabowo Subianto di Jakarta, sebab aktor-aktor perusak hutan ini sudah melebihi batas,” katanya.
MRPBD sebagai lembaga represntatif Orang Asli Papua tentu akan berupaya untuk menyelamatkan oksigen terakhir di bumi yang berada di tanah Papua.
“Saya minta pemerintah daerah jangan diam, oligarki, siapapun dia yang mau masuk ke Papua, harus menghargai pemilik negeri,” tegasnya.
Alfons mengaku telah mendapat laporan dan data yang diperoleh dari warga yang mana ada dugaan keterlibatan oknum pemain lama Labora Sitorus.
“Labora Sitorus ini kami dapat data dia juga dibeking oleh oknum aparat keamanan, sehingga tolong diselidiki jangan sampai orang-orang ini bebas merusak hutan secara ilegal begitu,” ucapnya.
Ia berharap, pemerintah bisa serius sehingga memastikan hutan di Papua Barat Daya tetap hijau dan tidak gundul gegara kepentingan orang.
Untuk diketahui nama Labora Sitorus beberapa tahun silam mencuat dikarenakan adanya temuan PPATK tentang transaksi keuangan yang mencapai 1,5 Triliun.
Dimana akumulasi dari transaksi yang terpantau di rekening Labora antara 2007 sampai 2012.
Selain laporan PPATK, kegiatan bisnis ilegal logging terkuak setelah ada 15 kontainer kayu yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur turut ditahan
Penyidik Polda Papua lantas menetapkan Labora sebagai tersangka. Setelah menjadi tersangka, Labora nekat datang ke kantor Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) di Jakarta dengan tujuan meminta perlindungan atas penetapan tersangka.
Setelah proses penyidikan dan berkas perkara didaftarkan ke pengadilan, Labora lantas menjalani persidangan. Pada 17 Februari 2014, hakim pada Pengadilan Negeri Kota Sorong, Papua Barat, menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta, jauh dari tuntutan jaksa yakni 15 tahun penjara.
Menurut hakim, Labora terbukti memiliki bahan bakar ilegal dan pembalakan liar, serta kepemilikan transaksi keuangan senilai Rp 1,5 triliun.
Namun, hakim menyatakan Labora tidak terbukti melakukan pencucian uang sebagaimana dalam surat dakwaan.
Labora kemudian mengajukan banding. Namun, pada 2 Mei 2014 Pengadilan Tinggi Papua memperberat hukuman Labora menjadi 8 tahun penjara.
Selain itu, Pengadilan Tinggi Papua juga menyatakan Labora terbukti melakukan pencucian uang, serta menguatkan hukuman denda Rp 50 juta dan subsider kurungan 6 bulan seperti putusan pengadilan tingkat pertama.
Labora lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, MA memutuskan memperberat hukuman bagi Labora menjadi 15 tahun penjara, dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun.
Putusan itu dibuat oleh Ketua Majelis Hakim Kasasi Artidjo Alkostar dengan anggota Hakim Agung Surya Jaya dan Sri Murwahyuni.