Beranda Hukum Legal Standing Penggugat Tidak Jelas, Kuasa Hukum Labora Minta PN Sorong Tolak...

Legal Standing Penggugat Tidak Jelas, Kuasa Hukum Labora Minta PN Sorong Tolak Gugatan Penggugat

407
0
BERBAGI

SORONG, mediabetewnews.com – Kuasa Hukum tergugat dalam perkara perdata yang teregistrasi dengan Nomor : 57/Pdt.G/2025/PN Son meminta sikap tegas dari Pengadilan Negeri (PN) Sorong dalam mencermati perkara

yang digugat oleh Ronald L Sanuddin terhadap Samuel Hamonangan Sitorus, Labora Sitorus dan Tinje Sambite (tergugat) seharusnya ditolak oleh Pengadilan Negeri (PN) Sorong. Demikian disampaikan oleh Kuasa Hukum Labora Sitorus, Simon Maurits Soren usai sidang lanjutan perkara gugatan yang dialamatkan buat kliennya sebagai tergugat di Pengadilan Negeri Sorong, Senin (28/7/2025).

Dalam sidang lanjutan perkara gugatan dengan Nomor perkara 57/Pdt.G/2025/PN Son beragenda penyampaian bukti surat oleh penggugat maupun tergugat.

“Berdasarkan fakta persidangan  bukti surat yang diajukan  oleh penggugat kepada kami sebagai tergugat I, II dan III dalam konvensi dan rekonvesi, kami melihat ada sejumlah kejanggalan, ” ungkap Simon Soren.

Adapun kejanggalan-kejanggalan yang dilihat Kuasa Hukum tergugat antara lain :

Pertama, penggugat tidak dapat membuktikan status pemegang pelepasan tanah adat yang dikeluarkan oleh Willem R. N. Buratehi/Bewela pada tahun 2013 dengan luasan 82.000 meter persegi.

“Berdasarkan bukti surat yang diajukan, kami melihat penggugat tidak mampu membuktikan Paulus George Hung sebagai pemegang hak atas pelepasan tanah adat yang dikeluarkan oleh Willem Burathi/Bewela sebagai alas hak. Dan juga sebagai alas hak yang diajukan untuk dokumen Amdal untuk mendapatkan izin reklamasi yang patut dipertanyakan keberadaannya dari sisi posisi dan bisa membuat kliennya dan masyarakat menjadi sangat dirugikan,” ungkap Simon Soren.

Keganjilan yang kedua, lanjut Simon Soren, penggugat tidak mampu membuktikan status kewarganegaraan sebagai orang Indonesia dari Paulus George Hung atau Mr. Ting.

“Ini menjadi pertanyaan kami soal status kewarganegaraan pemegang pelepasan tanah adat,” kata Simon Soren merinci kejanggalan yang dilihat dalam persidangan.

Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dalam Pasal 21 sudah sangat jelas mencantumkan hanya warga negara Indonesia yang bisa memiliki dan menguasai hak atas tanah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Dalam gugatan Paulus George Hung mengajukan hak kepemilikan atas tanah, laut dan apa saja yang ada diatas tanah seluas 28.000 meter persegi,” ucap Simon Soren.

Berbicara para pihak dalam sistem Peradilan perdata, Simon Soren katakan sudah sangat jelas menyebutkan legal standing dari penggugat.

“Penggugat dalam perkara ini, Ronald tidak memiliki legal standing sebagai penggugat,  karena yang memiliki pelapasan tanah adat atas nama Paulus George Hung. Bukan dilepas buat perusahaan PT Bagus Jaya Abadi. Kalau pelepasannya untuk perusahaan, maka siapa pun bisa mewakili untuk ditugaskan melakukan gugatan, ” kata Simon Soren menuturkan.

Kata Simon Soren, sudah sangat jelas legal standing dari penggugat tidak jelas jadi seharusnya sudah gugur demi hukum.

Dalam gugatan konvensi dan rekonvensi, kata Simon Soren, tergugat telah ajukan legal standing dari penggugat dalam eksepsi, pengadilan seharusnya tegas dalam mencermati perkara ini dengan  secara baik dan saksama.

“Ingat apapun yang diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negari Sorong akan menjadi Yurisprudensi dalam sistem peraturan perundang-undangan. Jadi persoalan penguasaan tanah oleh warga negara asing di atas wilayah administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia harus ada sikap tegas. Ingat tanah tumpah darah Indonesia hanya ada satu yaitu Tanah Air Indonesia,” kata Simon Soren mewanti-wanti.

Simon Soren mengklaim, bahwa kliennya telah mendapat pelepasan tanah adat sejak tahun 2003.

“Pelepasan tanah adat yang dimiliki kliennya tahun 2003 dengan lokasi dan luasan yang jelas, sedangkan yang dimiliki Paulus George Hung (Mr. Ting) adalah tahun 2013 dan tidak jelas batasannya. Pelepasan tanah adat yang dimiliki oleh tergugat diperoleh dari Ibu kandung Willem Burathi/Bewela (Mama Robeka Bewela),” tandas Simon Soren.

Selain untuk Majelis Hakim Pengadilan Negeri  Sorong, Simon Soren juga meminta kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dan Pemerintah Kota Sorong untuk melihat surat-surat dan mencocokan dengan lokasi yang ada dalam surat tanah karena kedepan akan menyusahkan dan dpat membuat konflik ditengah masyarakat.

“Disitu ada izin reklamasi seluas 12 hektar. Ini harus dilihat baik lokasi dan letaknya dimana, karena ini bisa memicu konflik antara masyarakat, pengugat dan pemerintah. Sebab wilayah yang diklaim oleh PT BJA telah masuk dalam kawasan wisata. Apalagi secara antropologi masyarakat yang hidup di situ tidak bisa dipisahkan dengan  laut. Jadi apabila dibiarkan maka kedepan akan sangat menganggu kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir,” kata Simon Soren.

Untuk itulah, Simon Soren meminta Pemerintah Kota Sorong bisa turun langsung buat mengecek keabsahan izin AMDAL dan Reklamasi yang dimiliki oleh penggugat.

“Izin reklamasi itu kami lihat terbit tahun 2013. Jadi lebih dulu keluar dari Izin reklamasi Tembok Berlin atau Tembok Dofior Sorong. Saat kami coba konfirmasi kepada  mantan Wali Kota Sorong dengan tegas beliau katakan hanya keluarkan izin reklamasi di tahun 2018. Tentu ini patut dipertanyakan. Oleh karena itu kami juga telah membuat Laporan Polisi dugaan pemalsuan dokumen ke Polresta Sorong Kota,” tutup Simon Soren.

Materi Petitum Gugatan Penggugat

Sementara itu dari petitum materi gugatan yang tertera pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Sorong penggugat Ronald L. Sanuddin memohon :

Pada petitum Kesatu agar Majelis Hakim PN Sorong bisa menerima dan mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

Pada petitum Kedua, pihak Penggugat memohon agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sorong menyatakan penggugat adalah Pemilik sah terhadap tanah seluas kurang lebih 82.650 M2 berdasarkan pelepasan Hak Atas Tanah Adat No. 593.8/03/2013 yang ditanda tangani pada tanggal 11 Februari 2013 dari Jan PJ Buratehi/Bewela dan Willm RN Buratehi/Bewela yang terletak di jalan Kapitan Patimura Kelurahan Suprau, Distrik Maladum Mes Kota Sorong Provinsi Papua Barat Daya.

Petitum ketiga, penggugat memohon agar Majelis Hakim PN Sorong menyatakan Penggugat adalah pemilik sah atas tanah objek sengketa seluas 6.600 M2  yang terletak di jalan Kapitan Patimura, Kelurahan Suprau,  Distrik Maladumes, Kota Sorong Provinsi Papua Barat Daya, dengan batas di sebelah Barat berbatasan dengan HGB Penggugat, sebelah Timur berbatasan dengan Tanah Adat Bewela, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut dan sebelah Utara berbatasan dengan PT. Vitas Samudera dan Tanah Adat Bewela.

Pada petitum keempat, penggugat memohon pula agar Majelis Hakim menyatakan perbuatan  tergugat I, tergugat II,  dan t tergugat III atau para Tergugat yang menghalang-halangi reklamasi atau penimbunan, menguasai, membangun rumah  dan pemagaran di atas tanah obyek senketa dalam Perkara a quo secara melawan hak yang  adalah merupakan perbuatan melawan hukum.

Pada petitum kelima, penggugat memohon Majelis Hakim PN Sorong untuk menghukum Para Tergugat atau siapapun yang mendapatkan hak dari para Tergugat membongkar semua bangunan yang berada diatas tanah objek sengketa dan  menyerahkan Tanah Obyek sengketa kepada Penggugat dalam keadaan kosong tanpa syarat apapun yang menyertainya

Pada petitum keenam, penggugat memohon agar Majelis hakim menghukum Para Tergugat secara sekaligus dan seketika untuk membayar ganti kerugian kepada Penggugat terhitung sejak putusan dalam perkara ini telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde)  berupa Kerugian Materiil sebesar Rp.2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus Juta Rupiah) dan kerugian Immateriil Sebesar Rp. 500.000.000,- (lima Ratus Ribu Rupiah);

Dan pada petitum ke tujuh, penggugat memohon agar Majelis hakim menghukum Para Tergugat secara sekaligus dan seketika membayar uang paksa (Dwangsome) untuk perharinya sebesar Rp. 5.000.000,- (Lima Juta Rupiah), apabila Tergugat lalai memenuhi isi putusan terhitung sejak putusan dalam perkara ini memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht van gewijsde).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here