SORONG, mediabetewnews.com – Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Sorong menuntut terdakwa kasus pembunuhan di Kelurahan Klabala, Distrik Sorong pada bulan Pebruari 2025 lalu, Simon Petrus Oramatan dengan hukuman penjara 3 tahun, namun Penasehat Hukum terdakwa, Rifal Kasim Pary, SH dalam nota pembelaannya (pledoi) meminta agar Majelis Hakim yang menyidangkan perkara pidana Nomor : 134/Pid.B/2025/PN SON untuk membebaskan terdakwa.
“Dalam pembelaan, saya meminta agar Majelis Hakim untuk membebaskan terdakwa dalam kasus pembunuhan di Kelurahan Klabala pada tanggal 15 Pebruari 2025 karena terdakwa tidak terbukti melakukan pembunuhan terhadap korban Wendi Enjelo Sinaba,” ujar Rifal kepada media ini di lingkungan PN Sorong, Kamis (4/9/2025).
Dalam fakta persidangan kata Rifal, pelaku utama adalah Dominikus Rawulubun yang melakukan penikaman terhadap Wendi Anjelo Sinaba sehingga meninggal sementara terdakwa Simon Petrus Omaratan tidak terbukti melakukan kekerasan, tidak terbukti bersama-sama, bahkan jaksa tidak yakin penuh, namun masih mengajukan tuntutan pidana 3 tahun terhadap Simon Petrus.
“Artinya ini menunjukkan bahwa Jaksa sendiri ragu dan tidak bisa membuktikan keterlibatan aktif terdakwa Simon Petrus Omaratan, tetapi tetap menuntut 3 tahun penjara, mungkin sekadar bentuk kehati-hatian atau tekanan formalitas,” terang Rifal.
Lanjut Rifal, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut pidana 3 tahun terhadap terdakwa Simon Petrus Omaratan, jauh di bawah ancaman maksimal Pasal 170 ayat (2) ke-3 selama 12 tahun. Ini menunjukkan keraguan mendasar dalam pembuktian unsur pidana, khususnya unsur “bersama-sama” dan “melakukan kekerasan.
Dijelaskan Rifal, dalam hukum pidana, jika ada keraguan, maka seharusnya JPU berpihak kepada terdakwa, bukannya memaksakan pidana, dan jika tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa harus dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Tuntutan ringan yang diajukan oleh JPU terhadap terdakwa Simon Petrus Omaran adalah cerminan bahwa JPU tidak memiliki keyakinan penuh atas pembuktian dakwaannya.
Oleh karena itu, kata Rifal, tidak ada dasar hukum yang kuat untuk menjatuhkan pidana apapun terhadap terdakwa. Justru dalam keadaan seperti ini, berdasarkan asas hukum pidana in dubio pro reo, Terdakwa Simon Petrus Omaratan patut dinyatakan bebas sebagaimana ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP.
“Jelas, ancaman pidana yang lebih berat dibatasi hanya pada orang-orang yang secara langsung telah merusak suatu barang atau yang perbuatannya mengakibatkan luka fisik, luka berat atau matinya seseorang. Kiranya tidak adil memberlakukan pemberatan sanksi itu pada setiap orang yang turut serta dalam perbuatan kekerasan, dimana akibat-akibat buruk itu terjadi karena perbuatan yang dilakukan orang lain,” terang Rifal.
Ditambahkan Rifal, dari fakta persidangan, keterangan saksi-saksi, barang bukti, dan alat bukti lainnya, tidak ada satu pun yang menunjukkan bahwa terdakwa Simon Petrus Omaratan melakukan atau turut serta melakukan perbuatan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 KUHP, baik pada dakwaan primair Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP maupun pada dakwaan subsidair Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP.
Dijelaskan Rifal, kehadiran terdakwa di tempat kejadian perkara semata-mata tidak serta merta dapat ditafsirkan sebagai bagian dari perbuatan kekerasan tersebut, karena unsur utama pasal yang didakwakan adalah adanya tindakan aktif berupa penggunaan kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama. Unsur ini sama sekali tidak terpenuhi pada diri terdakwa.
“Berdasarkan asas kesalahan (geen straf zonder schuld) dan prinsip in dubio pro reo, maka apabila masih terdapat keragu-raguan mengenai keterlibatan terdakwa. Keragu-raguan tersebut wajib diputuskan demi kepentingan terdakwa,” ujar Rifal.
Selain itu tambah Rifal, terdakwa Simon Petrus Omaratan pernah melakukan mediasi atau upaya perdamaian dengan keluarga korban, dengan memberikan uang santunan duka.
“Sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim, sebelum memutuskan pekara aqou mohon mempertimbangkan hal-hal yang meringankan terdakwa seperti, terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya, terdakwa adalah tulang punggung keluarga, dan terdakwa sopan dan tertib saat bersidang,” tutur Rifal.
Maka berdasarkan fakta persidangan, kami selaku Penasihat Hukum terdakwa memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk, menyatakan terdakwa Simon Petrus Omaratan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primair maupun subsidair Penuntut Umum, membebaskan (vrijspraak) terdakwa dari segala dakwaan Penuntut Umum, dan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya.
“Kami kuasa hukum terdakwa Simon Petrus Omaratan percaya Majelis Hakim akan memberikan putusan seadil-adilnya berdasarkan hukum dan hati Nurani,” tutup Rifal.
Penulis : Jason