Beranda Hukum Dinilai Tidak Prosedural, Masyarakat Adat Kaiso Sepakat Kembalikan Uang PT MPG

Dinilai Tidak Prosedural, Masyarakat Adat Kaiso Sepakat Kembalikan Uang PT MPG

115
0
BERBAGI

SORONG, mediabetewnews.com – Persoalan pembayaran tuntutan hak ulayat dan hak pekerja antara masyarakat adat Kaiso dengan pihak PT Mitra Pembagunan Global atau PT MPG di Sorong Selatan belum ada penyelesaian sampai saat ini. Ini terbukti dengan dikembalikannya uang sebesar Rp. 195.000.000,- oleh Kuasa Hukum Yesaya Saimar dan masyarakat adat Kaiso, Simon Maurits Soren, SH, MH kepada pihak penyidik Polda Papua Barat Daya namun tidak diterima.

Dikatakan Simon, sebenarnya uang 195 juta ini sudah kami kembalikan saat itu juga seusai diterima kepada Polres Sorong Selatan namun kondisi saat itu terlalu kental isu dugaan intimidasi sehingga kami mengambil inisiatif untuk mengembalikannya kepada Polda Papua Barat Daya.

“Saya sangat menyayangkan adanya penggunaan cara-cara tidak beretika dan bermartabat dalam upaya penyelesaian masalah yang terjadi antara masyarakat adat Kaiso terkhusus kliennya Yesaya Saimar dengan pihak PT MPG,” ujar Simon tegas.

Simon menuturkan, dugaan intimidasi berawal saat kliennya Yesaya Saimar diduga dijemput paksa oleh anggota Polres Sorong Selatan di Kota Sorong pada Jumat (02/05/2025), tanpa surat perintah penangkapan, juga tanpa sepengetahuan keluarga dan juga dirinya selaku kuasa hukum, kliennya dibawa ke Mako Polres Sorong Selatan.

Lebih lanjut Simon menuturkan, di Polres Sorong Selatan kliennya disodori surat pernyataan yang telah dibuat dan diduga dipaksa menandatangani surat tersebut, yang intinya menyatakan persoalan masyarakat adat dengan pihak PT MPG telah usai.

“Kami tidak menyebut ini penculikan dan penyanderaan, biarkan publik yang menilai. Intinya yang kami sampaikan kronologis dan fakta yang terjadi, bahwa klien kami dijemput paksa tanpa surat perintah dan tanpa sepengetahuan keluarga juga kami sebagai kuasa hukum. Klien kami dibawa ke Polres Sorong Selatan, disuruh menandatangani surat yang diduga dibawah paksaan dan intimidasi, kemudian diberikan uang sebanyak 195 juta rupiah,” ujar Simon, saat diwawancarai di Mako Polda PBD di Kelurahan Tampa Garam, Distrik Maladumes Kota Sorong, Senin (05/05/2025).

Dikatakan Simon, karena aspek-aspek dan prinsip dalam mediasi tidak terpenuhi maka kliennya bersama keluarga bersepakat untuk mengembalikan uang sebanyak Rp 195 juta itu kepada pihak perusahaan, melalui pihak kepolisian sebagai mediator dengan maksud proses tersebut dilakukan kembali secara benar dan adil serta diterima secara ikhlas oleh kedua bela pihak.

Namun, pengembalian uang tersebut tidak semudah yang direncanakan karena dugaan pencekalan yang dilakukan sejumlah oknum polisi di wilayah Teminabuan, hingga sikap Kapolda Papua Barat Daya yang enggan menerima dititipi uang tersebut dan meminta keluarga untuk mengembalikannya ke Polres Sorong Selatan.

“Klien saya merasa kesepakatan yang dilakukan tidak memenuhi asas kebebasan, keadilan dan ketidakberpihakan, makanya kami berniat kembalikan uang. Upaya kami di Teminabuan tidak berhasil karena kami dicekal, dicegat di jalan dan diperiksa seolah-olah kami ini teroris. Dengan pertimbangan keamanan maka kami mencoba mengembalikan uang tersebut ke Polda Papua Barat Daya, tetapi Kapolda meminta kami kembali ke Polres Sorong Selatan,” terang Simon.

Atas nama kebenaran dan keadilan, Simon menegaskan, kondisi tersebut tidak dapat mengentikan Langkah kami untuk terus berjuang.

“Kami akan menempuh jalur-jalur hukum yang diperlukan, dan akan menyampaikan laporan dan pengaduan ke lembaga yang lebih tinggi baik di Mabes Polri, Komnas HAM, DPD RI, DPR RI hingga Presiden Prabowo Subianto,” tegas Simon.

Simon menjelaskan, apa yang dilakukan pihak perusahaan maupun aparat Polres Sorong Selatan tidak mengenai ruh atau semangat penyelesaian persoalan melalui jalur mediasi. Pasalnya ada sejumlah hal prinsip yang secara terang benderang dilanggar oleh salah satu pihak dalam proses tersebut, seperti azas itikad baik, kebebasan dalam menentukan penyelesaian, kerahasiaan dan ketidakberpihakan mediator.

“Prinsipnya kami memahami betul jika masyarakat melakukan tindakan pelanggaran kepada aparat maka ranahnya masuk dalam tindak pidana umum, tetapi jika alat negara digunakan untuk menekan dan mengintimidasi masyarakat, maka kategorinya pelanggaran HAM berat. Jadi kami minta kepada Komnas HAM, DPR RI hingga Presiden tolong perhatikan masalah ini. Kami tidak akan mundur, kami akan terus berjuang sampai keadilan benar-benar hadir di tanah ini,” tutup Simon.

Sekalipun tidak memberikan keterangan secara resmi kepada media, namun Kapolda Papua Barat Daya, Brigjen (Pol) Gatot Haribowo, S.IK, M.A.P memberi kesempatan bagi awak media untuk hadir dan mendengarkan secara langsung pertemuan singkat bersama PH Simon Maurits Soren. SH, MH yang berlangsung di Mako Polairud di Kelurahan Tampa Garam, Distrik Maladumes Kota Sorong, Senin (05/05/2025) sekitar pukul 16.00 WIT.

Dalam pertemuan tersebut Kapolda menyatakan bahwa pihaknya tetap menjaga asas profesionalitas dalam setiap tindakan hukum yang dilakukan. Bahkan pada momen tersebut, Kapolda melakukan panggilan telelphone dengan Kapolres Sorong Selatan dan meminta awak media menjadi saksi dengan bawahannya saat melakukan percakapan telepon dengan Kapolres Sorong Selatan.

Saat itu, Kapolda juga dengan tegas meminta Kapolres Sorong Selatan untuk selalu profesional dalam menangani persoalan antara masyarakat adat Kaiso dengan PT MPG.

Kapolda juga memerintahkan Kapolres untuk welcome menerima masyarakat adat termasuk pengacara Simon Soren untuk bertemu dalam rangka membicarakan persoalan yang tengah bergulir. Bahkan kapolda mengingatkan bahwa dirinya telah memberi jaminan keamanan kepada PH Simon Soren bersama keluarga kliennya untuk mendatangi Polres Sorong Selatan dan juga dalam segala aktivitasnya. Diujung sambungan telephone, terdengar suara Kapolres Sorsel yang menyampaikan kesanggupannya melaksanakan perintah pimpinannya itu.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here