SORONG, mediabetewnews.com – Klaim kepemilikan atas tanah ulayat yang berada di Jalan Kontener Kampung Maibo, Distrik Sorong, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya dengan luas kurang lebih 335 Ha (Hektar) antara Nomensen Osok melawan Lewi Osok dan Elia Osok berbuntut panjang. Kali ini, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sorong yang mengadili perkara gugatan perdata Nomor 43/Pdt.G/2025/PN Son diduga tidak fair dalam membuat putusan.
Dugaan itu membuat salah satu pemilik tanah adat Nomensen Osok melalui Kuasa Hukumnya, Rifal Kasim Parry dari Kantor Hukum Rifal Kasim Pary dan Rekan mengadukan Majelis Hakim PN Sorong ke Komisi Yudisial.
“Terkait dengan putusan itu, kami dari tim kuasa hukum Nomensen Osok telah melaporkan Majelis Hakim PN Sorong ke Komisi Yudisial terkait beberapa hal yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik dalam proses persidangan yang diduga dilakukan oleh majelis hakim PN Sorong terkait dengan ketidakadilan dalam memberikan pelayanan yang berkaitan dengan penyimpangan dalam putusan dalam perkara Nomor : 43/Pdt.G/2025/PN Son,” ungkap Rifal Kasim Pary saat memberikan keterangan pers di salah satu kafe di bilangan Km 8 Kota Sorong, Kamis (14/8/2025).
Laporan yang diadukan ke Komisi Yudiasial oleh Nomensen Osok sebagai pemilik hak ulayat dibuktikan dengan adanya tanda terima laporan yang diadukan secara resmi dan telah diterima oleh Komisi Yudisial. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat tanda terima laporan dari Komisi Yudiasial kepada Tim Kuasa Hukum Nomensen Osok tertanggal 11 Agustus 2025.
“Saya selaku kuasa hukum yang langsung menyerahkan laporan tersebut dan dilampirkan dengan beberapa dokumen yang kami miliki, yang kami dapat di lapangan kepada Komisi Yudisial,” ujar Rifal.
Dikatakan Rifal Kasim Pary, tiga dokumen yang dilampirkan bersama laporan yakni kopian salinan putusan, dan beberapa bukti lain yang berkaitan dengan putusan perkara perdata Nomor : 43/Pdt.G/2025/PN Son.
“Kami berharap apa yang telah kami upayakan ini dapat menjadi salah satu upaya kami untuk mendapatkan keadilan dan juga sebagai pembelajaran hukum bagi masyarakat, karena berdasarkan profesi kami sebagai advokat, selain memberikan gugatan ke pengadilan, dan ketika ada terjadi pelanggaran yang diduga dilakukan oleh majelis hakim, maka kami juga mempunyai kewenangan untuk memberikan laporan kepada Komisi Yudisial sebagai pengawas hakim di seluruh Indonesia,” ungkap Rifal.
Menurut Rifal, langkah yang diambil oleh Nomensen Osok merupakan hak yang dijamin dalam konstitusional untuk memperoleh keadilan.
“Jadi hakim yang ada di seluruh Indonesia ketika diduga melakukan pelanggaran, maka para pihak baik itu penggugat maupun tergugat dapat melaporkan dugaan pelanggaran ke Komisi Yudisial, ” terang Rifal.
Dikatakan Rifal, kliennya berharap, Komisi Yudisial dapat bekerja profesional, dan apabila ditemukan fakta adanya dugaan pelanggaran saat melakukan pemeriksaan dapat ditindaklanjuti.
“Kami juga berharap hakim-hakim yang ada di Pengadilan Negeri Sorong dapat bekerja secara profesional sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Karena Pengadilan adalah tempat yang seharusnya memberikan keadilan kepada para pencarian keadilan, sehingga tidak ada lagi laporan-laporan seperti ini di kemudian hari,” kata Rifal penuh harap.
Ketika ditanya soal hakim yang dilaporkan ke Komisi Yudisial, Rifal Kasim Pary katakan tidaklah tepat untuk menyebutkan nama hakim yang dilaporkan. Yang jelas dan pasti, tentu saja yang dilaporkan adalah majelis hakim yang mengadili perkara Nomor : 43/Pdt.G/2025/PN Son.
“Kalau untuk namanya kami tidak bisa sebutkan. Yang jelas bahwa hakim yang dilaporkan ke Komisi Yudisial yakni hakim yang memeriksa perkara di Pengadilan Negeri Sorong dengan nomor perkara : 43/Pdt.G/2025/PN Son,” ucap Rifal.
Dalam perkara itu, lanjut Rifal, pihak Nomensen Osok menilai secara subjektif memang di dalam isi putusan majelis hakim mengabulkan eksepsi tergugat berkaitan dengan kurang pihak-pihak.
“Majelis hakim menilai telah terjadi kekurangan pihak dalam artian ada pihak-pihak yang belum digugat atau pihak yang berkepentingan hukum tidak digugat oleh oleh kami,” ucap Rifal Kasim Pary.
Selain mengadu ke Komisi Yudisial, Nomensen Osok telah pula melakukan upaya hukum dengan mengajukan memori banding ke Pengadilan Tinggi Manokwari.
“Di dalam memori banding yang kami ajukan, kami juga telah memberikan sanggahan berkaitan dengan Putusan Majelis Hakim dalam perkara nomor 43/Pdt.G/2025/PN Son, ” ucap Rifal Kasim Pary.
Menurut Rifal Kasim Pary, Sebenarnya seharusnya hakim memeriksa semua bukti-bukti yang ada dalam fakta persidangan, tidak hanya berdasarkan bukti yang ada di lapangan saat melakukan Pemeriksaan Setempat.
“Hakim harus melihat pada fakta – fakta yang persidangan termasuk misalnya saksi-saksi yang dihadirkan termasuk juga bukti surat, karena menurut kami bahwa pertimbangan hakim itu kurang maksimal, karena hakim tidak mempertimbangkan bukti surat dari pihak penggugat maupun pihak tergugat di dalam pertimbangan putusan hakim. Hakim hanya mempertimbangkan telah terjadi keributan di lapangan yang membuat keributan saat melakukan Pemeriksaan Setempat, ” ucap Rifal Kasim Pary.
Menurut pemahaman subjektif dari pihak Nomensen Osok, hakim harus juga menanyakan kepada para pihak yang hadir dan mengklaim memiliki tanah.
“Hakim harus pula bertanya kepada pihak yang mengklaim memiliki tanah dengan menunjukkan bukti-bukti suratnya, tidak serta merta menerima saja secara sepihak berdasarkan pengakuan tanpa menunjukkan bukti. Misalnya ada yang mengaku punya tanah, nah hakkm bisa bertanya mana bukti kepemilikan tanah adatnya, sehingga ketika hakim menilai kita akan menganggap bahwa ini telah fair,” kata Rifal Kasim Pary.
Untuk diketahui, Nomensen Osok mengklaim tanah adat sebelah Utara berbatasan dengan tanah adat keret Osok Abainso, mulai dari muara kali Kamese bersambung dengan kali Kabaus lurus terus ke kepala air Katili masih terus ke muara kali Kalawi Besar ( wela ) masih terus sampai di kepala air kali Kalawi Besar ( wela ) batas di Maibinem.
Untuk sebelah Timur berbatasan dengan tanah adat keret Osok Mamsa dan keret Kalaibin Kalaifi, mulai dari urat gunung Matoblagi menuju pelabuhan masih bersambung ke maflon weik masih bersambung ke tili Yunik masih terus bersambung ke tilik Mauteng sampai di maibinem, kembali ke Kalawi besar (wela) atau kembali ke Kalawi besar.
Dan untuk sebelah selatan berbatasan dengan tanah adat keret Kalaibin Sigik, mulai dari jembatan Sungai Klasaman atau Mabalma menelusuri sungai Klasaman ke atas sampai ditengah dapat sebagian tanah adat milik marga malibela klasaman atas, setelah lewat tanah adat marga malibela klasaman atas tanah adat marga kalawi masih terus menelusuri ke atas sungai Klasaman sampai di ( Kei Se dunali ) atau tempat air terjun, putar sampai ke Matoblagi.
Serta sebelah Barat berbatasan dengan tanah adat keret Malaseme Kalaum, keret Malibela Klasaman, dan Keret Osok Abainso Malasiek, mulai dari Mabalma atau ikut sungai Klasaman ke bawah sampai di muara kali Kamese.
Yang didalamnya termasuk tanah atau objek yang disengketakan, yaitu; sebidang tanah adat yang terletak di Jalan osok masuk atau lebih yang dikenal jalan kontener, tepatnya di wilayah Kampung Maibo, Distrik Sorong, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya dengan luas kurang lebih 335 Ha (Hektar).
Dengan batas –batas sebagai berikut, sebelah Utara berbatasan dengan tanah adat milik Simon Osok, sebelah Selatan berbatasan dengan tanah adat Jony H. Manibela, Bernak Osok dan Simon Klaibin Sigik.
Sementara itu, dalam amar putusannya, majelis hakim memutuskan dalam provisi, Menolak Provisi Penggugat. Dalam Eksepsi, Menerima Eksepsi Para Tergugat.
Dalam Pokok Perkara, Majelis hakim menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima dan menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp1.424.000,00 (satu juta empat ratus dua puluh empat ribu rupiah).
Penulis : Jason