SORONG, mediabetewnews.com – Kasus dugaan perkara pidana perundungan berujung maut masih mengendap di Polresta Sorong Kota tanpa kejelasan. Kasus yang mengendap ini, bila dihitung sudah hampir dua tahun.
Kondisi ini turut menambah, minusnya penilaian masyarakat pencari keadilan untuk melaporkan permasalahan hukum mereka ke Polisi dan cenderung memilih main hakim sendiri.
Kasus yang masih mengendap itu yakni kasus kematian anak dari pasangan Jhon Lester Pays dan Yulianti yang bernama Keren Kaaaya Pays pada Oktober 2023 lalu.
Kasus ini sendiri baru dilaporkan ke Polresta Sorong Kota pada 18 Maret 2024. Bila dihitung, 2 tahun sudah Yuliati dan Jhon Lester Paays memakamkan anaknya, Karen Kaaaya Pays. Namun keadilan hukum belum juga didapat oleh orangtua Karen Kaaaya Pays.
Almarhum Karen Kanaya Paays diduga sebelum menghembuskan nafas terakhirnya telah menjadi korban dugaan tindak pidana bulying/perundungan yang menyebabkan kematian yang terjadi di salah satu sekolah di Kota Sorong.
Kuasa hukum Orang tua Almarhumah Keren Kanaya, Iriani yang ditemani Jessica Ambarwati menuturkan almarhumah merupakan siswa MTS Sains Al Gebra Kota Sorong yang aktif dan normal layaknya anak sebaya lainnya namun diduga semasa bersekolah ada 5 teman sekolah sering mengganggu dengan membuli anak korban.
“Seringnya para pelaku melakukan perundungan terhadap Almarhumah membuat almarhumah mengalami depresi hingga menyebabkan penurunan kondisi kesehatan baik secara fisik maupun phsikis menjadi banyak diam, menyendiri, murung, susah tidur hingga akhirnya anak korban harus dirawat di Rumah Sakit,” terang Iriani.
Kata Iriani, menurut pengakuan anak korban kepada klien kami balıwa dirinya sering di buli di sekolah membuat anak korban sakit hati, namun tetap memaafkan para pelaku.
Sejak peritiwa perundungan berujung hingga anak korban meninggal dunia, Iriani tegaskan klien kami tidak pernah melihat itikad baik dari pihak sekolah maupun orang tua para pelaku selain selembar surat pernyataan tertanggal 28 Agustus yang isinya rasa peduli.
“Rasa peduli ini orang tua pelaku memberi biaya kemanusian sebesar Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dengan tujuan membantu biaya pengobatan anak Karen yang ditanda tangani oleh orang tua para teradu, “ucap Iriani.
Yang sangat disesalkan Iriani, pihak penyidik Polresta Sorong Kota pun terkesan pasif, sejak kasus dilaporkan hingga sekarang.
Ditambahkan oleh Iriani, seharusnya pihak kepolisian bisa pro aktif menindaklanjuti segala pengaduan dan pelaporan masyarakat.
“Penyidik tidak boleh memakai sistem tebang pilih kasus. Entah cukup bukti atau kurang bukti, seharusnya penyidik menyurati kami sebagai pelapor sehingga kami bisa tahu penyebab keterlambatan penanganan perkara, ” tutur Iriani sembari menambahkan akan melaporkan mengendapnya kasus ini ke Polda Papua Barat Daya.
Iriani berharap ada atensi dari Kapolda untuk lebih memperhatikan kinerja penyidik di lingkup Polda PBD dan Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak di Jakarta.
“Perkara ini terkesan jalan ditempat, masa hampir 2 tahun sama sekali tidak ada perkembangan dari pengaduan ini. Ada apa ini, ” tutup Iriani dengan nada tanya.
PENULIS : JASON