Beranda Hukum Butuh Kepastian Hukum, Nomensen Osok Gugat Lewi Osok dan Elia Osok ke...

Butuh Kepastian Hukum, Nomensen Osok Gugat Lewi Osok dan Elia Osok ke PN Sorong

239
0
BERBAGI

SORONG, mediabetewnews.com – Untuk mendapat kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya maka Nomensen Osok melalui tim kuasa hukumnya,  Rifal Kasim Pary, SH dan rekan memasukan gugatan ke Pengadilan Negeri Sorong (PN) terkait sengketa tanah adat yang terletak di Jalan Osok Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.

Seusai memasukan gugatan ke Pengadilan Negeri Sorong, Rifal Kasim Pary, SH kepada media ini mengatakan, hari  ini saya dan teman-teman mewakili klien kami, Nomensen Osok memasukan gugatan perdata ke PN Sorong terkait permasalahana sengketa tanah di Jalan Osok.

Lebih lanjut Rifal menjelaskan, adapun alasan diajukan gugatan ini adalah klien kami (penggugat) memiliki situs sejarah dan hak penguasaan atas seluruh harta warisan secara adat dari marga Kalawi yang didalamnya termasuk hak penguasaan atas warisan tanah adat yang diberikan Tuhan Allah Sang Pencipta melalui nenek moyang penggugat secara turun-temurun.

Selain itu kata Rifal, penggugat juga adalah ahli waris laki-laki dari marga atau keret Kalawi dan sesuai dengan adat suku Moi, penggugat berhak untuk menguasai dan mengatur seluruh harta warisan yang diwariskan nenek penggugat dan juga penggugat masyarakat adat sekaligus pemilik hak ulayat atas tanah yang dimiliki secara turun temurun yang diwariskan marga Kalawi (nenek) dan marga Osok (kakek) seluas kurang lebih 729 hektar dan penggugat adalah pemilik hak ulayat atas wilayah hukum adat Malamoi atau wilayah pemerintahan Kabupaten Sorong Kampung Maebo Distrik Sorong Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya.

“Penggugat adalah cucu dari almarhum Abram Osok dan almarhumah Dorsina Kalawi yang secara de facto maupun yuridis,” ungkap Rifal.

Ditambahkan Rifal, semasa hidup almarhumah Dorsina Kalawi (nenek) penggugat telah memberikan hak waris kepada anak tunggal bernama Lodewik Osok untuk menjaga hak-hak adat keret Kalawi diantar,anya tanah adat yang terdiri dari hutan adat, kebun, kali, tanaman, hewan, tempat keramat dan harta kekayaan berupa benda-benda adat, tikar dan lain-lainnya. Oleh karena almarhum ayah penggugat telah meninggal dunia maka akan diwariskan atau turun ke anaknya yaitu penggugat.

Dijelaskan Rifal, dalam pasal 834 KUHPerdata menyatakan bahwa ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atau seluruh atau sebagian warisan itu dengan hak alas hak ataupun tanpa alas hak demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menggantikan basitnya dia boleh mengajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila ia adalah satu-satunya ahli waris atau hanya untuk sebagian bila ada ahli waris lain gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan atas hak apapun ada dalam warisan itu beserta segala penghasilan pendapatan dan ganti rugi menurut peraturan-peraturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali hak milik.

Ditambahkan Rifal, tanah adat yang menjadi disebutkan diatas diperoleh penggugat berdasarkan :

  1. Warisan dari keturunan keret atau marga Kalawi.
  2. Warisan dari peninggalan karet kalawi yang mana karet kalawi kini telah habis atau punah maka berdasarkan adat istiadat suku Moi seluruh wilayah adat yang dahulunya dikuasai oleh Keret Kalawi kini diberikan kepada keret Osok yang sah.

Sementara tanah adat yang menjadi objek sengketa adalah sebidang tanah adat yang terletak di Jalan Osok masuk atau Jalan Kontainer tepatnya di Kampung Maibo Distrik Sorong Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat Daya dengan luas kurang lebih 335 hektar yang saat ini dikuasai oleh tergugat I dan II dan memanfaatkan untuk pengelolaan hasil hutan (kayu) tanpa hak dan alas atas hak yang sah.

Lebih lanjut Rifal menjelaskan, tergugat I dan tergugat II telah menikmati hasil kelola kayu dari tanah adat atau objek sengketa dengan cara licik bahkan tidak hanya menikmati uang hasil dari penebangan kayu pada objek sengketa sejak tahun 2017 namun para tergugat diketahui juga bermaksud mengalihkan atau ingin menjual objek sengketa kepada investor atau pihak lain dengan melawan hukum tanpa hak atau alas hak yang menjadi dasar kepemilikan terhadap objek sengketa sehingga dengan dalil dan cara apapun penguasaan tanah yang merupakan objek sengketa tersebut oleh para tergugat I dan II adalah tindakan melawan hukum.

“Penggugat tidak pernah menyerahkan ataupun menjual tanah adat atau objek sengketa kepada siapapun kecuali masyarakat adat Suku Moi atau penggarap yang dahulunya diberikan hak kelola oleh orang tua penggugat untuk berkebun bukan untuk dijual dan atau mengalihkan tanah adat atau objek sengketa kepada pihak ketiga kecuali telah dibenarkan oleh penggugat,” terang Rifal.

Yang lebih tragis lagi tergugat I dan II tidak pernah menghormati penggugat sebagai masyarakat adat dan tanpa dasar mengklaim kepemilikan tanah adat atau objek sengketa sebagai tanah milik mereka. Ini sama saja sudah merusak nilai-nilai hukum adat suku Moi di Sorong. Oleh karena itu  semua perbuatan hukum dari tergugat I dan II yang mengklaim hubungan hukum secara tidak sah adalah batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Dikatakan Rifal, penggugat sudah menegur dan memasang palang atau larangan di lokasi objek sengketa untuk tidak melakukan aktivitas dan atau mengalihkan tanah adat kepada pihak lain namun larangan tersebut tidak diindahkan. Malahan para tergugat memasang balik palang di atas tanah objek sengketa dan menyatakan tanah tersebut adalah milik mereka.

“Tergugat I dan II sudah akan memulai memindah tangankan hak atas tanah adat atau objek sengketa sehingga dikhawatirkan hal tersebut bisa terjadi oleh karenanya demi lancarnya pemeriksaan serta tidak akan menyulitkan terhadap pelaksanaan putusan oleh Pengadilan Negeri Sorong untuk itu beralasan cukup dimohonkan penyitaan terlebih dahulu, karena objek sengketa tersebut tidak pernah penggugat serahkan atau dijual kepada tergugat I dan tergugat II,” terang Rifal.

Dan guna menjamin tuntutan penggugat serta menjaga kesulitan atas pelaksanaan putusan kelak maka sebelum berlangsungnya pemeriksaan sengketa ini mohon Ketua Pengadilan Negeri Sorong menaruh sita jaminan terlebih dahulu atas objek sengketa.

Dikatakan Rifal, persoalan antara penggugat dan para tergugat sebelumnya pernah mendapat perhatian serius dari Lembaga Adat dan Dewan Adat Malamoi yang kemudian disengketakan lewat Peradilan Adat Malamoi pada tahun 2003 lalu, dan penggugatlah yang memenangkan sidang tersebut dan berhak atas tanah atau objek sengketa atau tanah adat yang dibuktikan dengan surat putusan dewan adat Malamoi.

“Tindakan tergugat I dan tergugat II yang menduduki lokasi tanah adat atau objek sengketa dengan melakukan pemalangan terhadap tanah ulayat milik penggugat dan memanfaatkan hasil hutan adat atau kayu serta segala sesuatu yang berdiri di atasnya tanpa alas hak yang sah adalah merupakan perbuatan melawan hukum dan telah menimbulkan kerugian bagi penggugat sebagai pemilik hak ulayat atau tanah adat yang sah, sehingga tindakan tergugat I dan II sepatutnya dihukum untuk segera mengosongkan atau menyerahkan tanpa syarat dan dalam keadaan baik atas tanah atau objek sengketa kepada penggugat,” tegas Rifal.

Dijelaskan Rifal, sebagaimana pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi ‘tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut’.

Dikatakan Rifal, selain penggugat mengajukan tuntutan hak sebagaimana tersebut dalam posita gugatan ini sebagai akibat hilangnya kesempatan pengelolaan terhadap objek sengketa sudah sepatutnya dan beralasan menurut hukum apabila penggugat mengajukan tuntutan hak terhadap tergugat I dan II agar dihukum untuk membayar ganti rugi berupa uang ganti rugi atau denda adat kepada penggugat sebesar  Rp. 30.000.000.000 (Tiga Puluh Miliar Rupiah) terhitung sejak dilakukan pemanfaatan hasil hutan dan tanah adat di area objek sengketa sejak tahun 2000 hingga tahun 2025, yang dapat dirinci sebagai berikut :

  1. Pemanfaatan hasil hutan adat atau kayu sejak tahun 2000 sampai 2025 yang setiap bulannya dijual kepada pengusaha kayu mendapatkan keuntungan sebesar 50 juta rupiah dan jika dihitung setiap tahunnya adalah 50 juta x 12 bulan = 600 juta rupiah, jika ditotalkan selama kurang lebih 25 tahun adalah 600 juta x 25 tahun = 15 miliar rupiah.
  2. Pemanfaatan tanah di wilayah adat atau hak ulayat milik penggugat oleh para tergugat sejak tahun 2017-2025 dengan memberikan izin kepada pihak lain untuk membuka akses jalan diatas tanah adat milik penggugat tanpa seijin penggugat yang mengakibatkan kerugian mencapai 5 miliar rupiah, maka total keseluruhan keuntungan yang didapat dari pemanfaatan hasil hutan atau kayu dan pengambilan tanah sejak tahun 2000 hingga 2025 adalah sebesar 20 miliar rupiah.

Selain kerugian material sebagaimana diatas penggugat juga mengalami kerugian immaterial adalah pikiran sakit karena merasa tertekan hingga rusaknya reputasi yang kesemuanya tidak dapat diukur dengan nilai yang jika ditaksir dengan uang sebesar 10 miliar rupiah, sehingga jika ditotalkan tergugat I dan II harus membayar kerugian kurang lebih sebesar 30 miliar rupiah secara tanggung renteng kepada penggugat. (jason)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here