SORONG, mediabetewnews,com – Raut wajah Irmayanti alias Mami Eci berubah drastis saat mendengar tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Sorong, Tiana Yulia Insani pada sidang lanjutan perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO yang berlangsung di ruang Cakra Pengadilan Negeri Sorong, Senin (21/72025).
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Yajid yang didamping hakim anggota, Lutfi dan Hatija, Jaksa Penuntut Umum menuntut Irmayanti alias Mami Eci dengan tuntutan 12 tahun penjara dan 200 juta rupiah.
Perkara yang dihadapi oleh Mami Eci bukan perkara biasa. Namun perkara kejahatan berat yang melanggar hak asasi manusia dan sering kali menyasar kelompok rentan, terutama perempuan dan anak-anak.
Senin (21/7/2025) menjadi hari yang tak akan pernah dilupakan oleh Mami Eci selama hidupnya. Setelah membaca lembar kertas yang diterima dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong, Tiana Yulia Insani di Ruang Sidang Tirta Pengadilan Negeri (PN) Sorong.
Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Yajid didampingi Hakim Anggota Hatijah Averian dan Lutfi Tomu, Jaksa Tiana menuntut Mami Eci terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagaimana tercantum dalam dakwaan alternatif kesatu dengan Pasal 2 Ayat (2) Undang – Undang RI nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Tak tanggung – tanggung, Jaksa Tiana Yulia Insani menuntut Mami Eci dengan hukuman pidana 12 Tahun Penjara dan denda sebesar Rp. 200 Juta lebih rendah tiga tahun dari ancaman hukuman maksimal dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang – Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO.
Tidak hanya itu, Jaksa Tiana Yulia Insani turut meminta agar Majelis Hakim menyatakan Mami Eci dibebani untuk membayar Restitusi kepada Anak Korban berinisial ANP sesuai dengan hasil perhitungan LPSK yakni sebesar 128 Juta 201 Ribu 500 Rupiah. Dan apabila terdakwa tidak mampu membayar Restitusi akan dilakukan penyitaan terhadap harta benda terdakwa dan melelang harta itu untuk menutupi pembayaran Restitusi tersebut.
Kemudian dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda untuk disita dan dilelang menutupi pembayaran Restitusi , maka terdakwa Mami Eci dikenai hukuman Pidana kurungan penganti selama 6 bulan penjara.
Kasus TPPO di Raja Ampat ini terbongkar pada tanggal 18 Februari 2025, setelah anak korban yang baru berusia 15 tahun berdasarkan bukti akte kelahiran datang melapor ke Polres Raja Ampat dengan ditemani saksi Amelia dan Winda.
Anak korban kasus TPPO berinisial ANS ini awalnya tinggal di Makassar, Sulawesi Selatan mendapat info lowongan pekerjaan dari salah satu media sosial yang bertuliskan sedang dicari lowongan pekerjaan khusus wanita.
Karena tertarik, anak korban kemudian berkomunikasi melalui kolom chat pada media sosial yang memuat info lowongan pekerjaan dan diharuskan bertemu terlebih dulu dengan terdakwa.
Pada tanggal 24 Januari 2025 sekitar pukul 15.00 WITA, anak korban bertemu dengan terdakwa Mama Eci di tempat tinggalnya di Pontiku Makassar.
Pada saat bertemu anak korban, terdakwa Mama Eci menceritakan bahwa anak korban akan bekerja di Waisai, Kabupaten Raja Ampat. Namun saat itu korban belum mengetahui akan berkerja sebagai wanita pemandu lagu (LC).
Terdakwa Mama Eci lantas meminta tanda pengenal (KTP) korban, namun korban bilang belum punya KTP, karena masih berumur 15 tahun.
Mendengar itu, terdakwa Mama Eci sampaikan kepada anak korban, “Gampang itu nanti saya urus”.
Pada saat akan berangkat dari Makassar tujuan Sorong, anak korban telah diberikan KTP yang telah jadi oleh terdakwa Mama Eci. Namun pada KTP tersebut telah diubah tahun lahir korban menjadi tahun 2005.
Kemudian pada tanggal 26 Januari 2025, tanpa ijin dari orang tua, korban bersama Saksi RS alias Vanesa dan saksi S alias Intan serta terdakwa Irmayanti alias Mama Eci berangkat menggunakan Pesawat Udara dari Bandara Makassar dengan tujuan Bandara Sorong.
Setibanya di Bandara Sorong, korban bersama terdakwa Mama Eci langsung menuju pelabuhan rakyat menggunakan kapal cepat untuk menyebrang ke Waisai Kabupaten Raja Ampat.
Setibanya di Waisai, Korban sempat bertanya kepada terdakwa akan berkerja sebagai apa, lalu Terdakwa Mama Eci menjawab bahwa akan berkerja sebagai tukang laundry.
Pada tanggal 1 Februari 2025 saat anak korban pertama kali bekerja di salah satu Cafe di Waisai, barulah anak korban tahu dirinya ternyata dipekerjakan sebagai wanita pemandu lagu (Lady Companion/LC).
Seiring berjalannya waktu, selama berkerja sebagai Wanita Pemandu Lagu (LC), anak korban dipaksa untuk minum minuman keras dan melayani tamu dengan baik, dan saat melayani tamu, anak korban dilecehkan.
Anak korban sempat mengeluhkan perlakukan tidak senonoh yang meramas bagian dadanya, namun terdakwa Mama Ecy menjawab “Ko layani saja, itu namanya perkejaan” dan jika tidak melakukan pelayanan dengan baik, anak korban diancam akan dipukul atau didenda oleh terdakwa.
Dari pengakuan anak korban, selama berkerja, korban belum pernah diberikan upah oleh terdakwa Mama Eci. Padahal mekanisme atau aturan yang diberlakukan dalam melayani tamu yaitu setiap pelayanan selama 1 jam menemani tamu minum minuman beralkohol dicatat dalam nota sebesar Rp 200.000 dengan pembagian 100 ribu Rupiah untuk anak korban dan Rp 100.000 buat terdakwa.
Beda lagi, bila tamu minta dilayani di luar cafe wajib membayar sebesar Rp 500 ribu kepada terdakwa Mama Eci.
Pada tanggal 15 Februari, anak korban pertama kali melayani di luar cafe. Anak korban dibawa oleh tamu ke salah satu penginapan di Kota Waisai. Setelah itu anak korban dibiarkan begitu saja oleh tamu tanpa bayaran.
Di penginapan itulah anak korban bertemu dengan saksi Amelia dan Winda. Lalu anak korban lantas menceritakan apa yang terjadi padanya dan sempat bertukar nomor telpon dengan saksi Amelia dan Winda.
Pada tanggal 18 Februari 2025, korban berkomunikasi dengan orang tuanya dan menceritakan kondisi sejujurnya terkait pekerjaannya.
Orang tua korban menganjurkan untuk melapor ke Polres Raja Ampat terkait TPPO sendiri. Namun karena merasa takut, anak korban lantas menghubungi saksi Amelia. Saksi Amelia ternyata masih masih menginap di penginapan yang sebelumnya anak korban sempat menceritakan nasib sial yang menimpanya.
Anak korban meminta tolong kepada saksi Amelia dan Winda untuk mengantarnya melapor Polres Raja Ampat, karena anak korban merasa takut akan dipukuli oleh terdakwa Mama Eci.
Dalam perjalanan menuju Polres, anak korban sempat berpapasan dengan terdakwa di jalan, dan terjadilah saling kejar dengan mengunakan sepeda motor. Anak korban berhasil menuju ke Polres Raja Ampat untuk mengamankan diri.
Anak korban lantas menceritakan kejadian yang dialaminya dan didampingi oleh Unit PPA Polres Raja Ampat untuk membuat laporan kepada pihak kepolisian.
Penulis : Bambe