Beranda Hukum KontraS Papua Menilai Perjanjian Kerjasama yang Dibuat PT BSP Cacat Hukum

KontraS Papua Menilai Perjanjian Kerjasama yang Dibuat PT BSP Cacat Hukum

28
0
BERBAGI

 

Bintuni- Menindaklanjuti laporan polisi terkait operasional perusahaan kelapa sawit PT Borneo Subur Prima yang tak memiliki izin, KontraS Tanah Papua Wilayah Papua Barat bertemu dengan Benediktus Ateta selaku Ketua Marga Ateta.

Pertemuan tersebut berlangsung di Kampung Agoda, Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni untuk mengecek proses awal masuknya PT BSP di wilayah adat marga Ateta.

Dalam pertemuan yang berlangsung pada hari Senin 30 Juni 2025 juga membahas dokumen-dokumen penting terkait pelepasan tanah adat marga Ateta kepada PT BSP.

PT BSP telah membuat Perjanjian Kerjasama Penggunaan dan Pemamfaatan Tanah/Lahan Untuk Pembangunan Kebun Kelapa sawit di Lahan Marga Ateta. Perjanjian Penggunaan dan Pemamfaatan lahan tersebut, diduga dibuat sepihak karena tidak melibatkan ketua marga besar Ateta yakni BENIDIKTUS ATETA.

Ketua marga Ateta Benediktus Atate mengatakan, sebagai kepala marga besar Ateta, pihak perusahaan PT BSP tidak pernah bertemu dengannya untuk membicarakan terkait Perjanjian Kerjasama Penggunaan dan Pemamfaatan Tanah/Lahan Untuk Pembangunan Kebun Kelapa sawit di lahan marga Ateta.

” Jangankan berbicara tentang Perjanjian Kerjasama Penggunaan dan Pemamfaatan Tanah, untuk melakukan aktifitas perkebunan kelapa sawit di wilayah adat marga Ateta pun kami tolak. Kami tidak mengizinkan perusahaan kelapa sawit masuk di wilayah adat kami,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama perwakilan KontraS Tanah Papua Wilayah Papua Barat, Musa Mambrasar menilai bahwa PT BSP diduga telah membuat perjanjian sepuhan terkait kerjasama penggunaan dan pemamfaatan tanah/lahan untuk pembangunan kebun kelapa sawit di lahan marga Ateta.

Parahnya lagi, perjanjian tersebut di duga tidak melibatkan marga besar Ateta.

” Perjanjian kerjasama penggunaan dan pemamfaatan tanah/lahan milik marga Ateta tidak sah dan cacat hukum,” kata Musa Mambrasar, Senin, 30 Juni 2025.

Musa Mambrasar menilai, sebuah perjanjian, termasuk perjanjian penggunaan lahan harus memenuhi syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata yang diantaranya; (1). Kesepakatan: Kedua belah pihak (perusahaan dan pihak yang berhak atas tanah) harus sepakat atas isi perjanjian, (2). Kecakapan: Para pihak harus cakap hukum, dalam hal ini, mampu membuat perjanjian, (3). Objek: Perjanjian harus jelas mengenai objek yang diperjanjikan, dalam hal ini, tanah dan (4). Sebab yang Halal: Perjanjian tidak boleh bertentangan dengan hukum atau norma kesusilaan.

KontraS Tanah Papua Wilayah Papua Barat juga menilai bahwa syarat-syarat perjanjian kerjasama penggunaan dan pemamfaatan tanah/lahan untuk pembangunan kebun kelapa sawit di lahan marga Ateta tidak terpenuhi sebagai syarat-sayarat sahnya suatu perjanjian karena pembuatan perjanjian tersebut tidak melibatkan pihak yang berwewenang.

” Seharusnya pihak PT BSP melibatkan pihak pemilik tanah adat dalam perjanjian kerjasama penggunaan tanah atau lahan,” ular Musa Mambrasar.

Dia menambahkan, jika seseorang yang tidak memiliki wewenang mewakili masyarakat, perjanjian tersebut bisa dianggap cacat hukum dan perjanjian tersebut dianggap ilegal (illegal agreement).

Dalam kasus ini, lanjut Musa Mambrasar, perjanjian dengan pihak yang tidak berhak bisa dibatalkan karena tidak memenuhi syarat kesepakatan dan sebab yang halal.

Musa Mambrasar juga menyebut bahwa perjanjian penggunaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang dibuat dengan seseorang yang tidak mewakili komunitas masyarakat setempat, kemungkinan besar tidak sah.

Hal ini karena perjanjian tersebut berpotensi melanggar hak-hak masyarakat adat atau komunal atas tanah yang mereka kuasai secara turun temurun.

” KontraS Tanah Papua Wilayah Papua Barat menduga PT BSP telah memanfaatkan dua orang dari anggota keluarga marga Ateta untuk meloloskan kepentingan aktifitas perkebunan kelapa sawit di atas wilayah adat marga Ateta,” ujar Musa Mambrasar.

Bahkan, Musa mengungkapkan bahwa informasi mengenai kedua orang dari anggota keluarga marga Ateta tersebut di peroleh dari komunitas masyarakat marga Ateta di Kampung Agoda, Distrik Sumuri, tempat dimana PT BSP akan melaksanakan aktifitas perkebunan kelapa sawit.

” Informasi ini di dukung dengan beberapa bukti yang kuat, diantaranya foto penyerahan uang konpensasi pembayaran lahan, perjanjian kerjasama penggunaan dan pemamfaatan tanah/lahan untuk pembangunan kebun kelapa sawit di lahan marga Ateta di distrik Sumuri, kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.

Penulis : Edi

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here